Sabtu, 24 November 2007

Dunia masih dalam cengkraman kapitalis, sebuah pengantar menjelang 3 hari akhir dunia

Busuk semuanya busuk, kau memang busuk!

Adalah busuk ketika kita berbicara kejujuran. Anda tahu siapa yang paling jujur sekarang ?anggota parlemen kah, pemegang kuasa kah, atau malah kupu-kupu malam ku yang paling jujur. Entahlah aku dak tau, atau mungkin kau yang tau, entahlah.

Bicara kejujuran bukanlah saat ini dibicarakan, moral bangsa hancur karna ketidakjujuran. Apalagi para penguasa yang rakus bak tikus. Apa yang tidak dimakan ? semuanya dimakan, mulai yang kita makan bahkan sampai yang kita buang juga dimakan. Padahal hu uu uu h, perut tidaklah sebesar gentong. Tapi makan seperti besok akan kiamat. Seperti besok tidak akan ketemu makan lagi.
Tapi sudahlah kawan aku, kamu, dia, mereka mungkin sama saja, atau mungkin berbeda, aku juga tak tau. mungkin saja tidak sama. tapi itu semua adalah sifat dasar yang absolut ditanam oleh iblis. Adam pun turun ke tempatmu karna iblis. tapi sudahlahlah, lupakan itu semua. hanyalah pengantar menuju titik nadir.

Ideologi, politik, kekuasaan hanyalah konsumsi media. berita tentang pencalonan si ini, si itu, bahkan sampai kematian munir. Sudahlah kawan itu hanya permainan dan sandiwara belaka. oya aku lupa, kabar tentang putusnya hubungan asmara artis yang baru naik daun, atau tentang perceraian mereka, atau tentang perselingkuhan mereka, atau tentang launching album baru group band yang baru juga naik daun. sekali lagi itu hanya konsumsi media, yang menjadi konsumsi kita juga setiap harinya.

Ditingkatan lebih tinggi lagi. Kemarin, Bush perang mulut dengan Ahmadinejad, lalu dunia marah karna junta militer lagi kumat. Atau tentang semakin membandelnya korea utara, juga irak yang tak kunjung usai. Satu lagi yang paling bandel, siapa dia ? ya pokoknya tengok aja di timur ketengah dikit. Dan masih banyak lagi, semuanya tak akan habis hanya lewat goresan tinta digital ini. Oya aku lupa tentang memanasnya bumi, habisnya air di kampungku, saat itu bahkan sampai sekarang orang-orang gunung turun ke “celabah-celabah” (bahasa Bali) yang dekat laut, kebetulan gubukku dekat laut, hanya untuk mengambil air untuk diminum.

Sudahlah, masalah akan terus berlanjut hingga tiga hari terakhir diakhir dunia.
Andai mereka sadar bahwa perang perut hanya akan membawa kehancuran, kemiskinan, kematian, penganiyayaan, pencurian, pembunuhan, penculikan dan banyak lagi. Sudahlah hentikan perang modal yang kau gembor-gemborkan sejak dulu, hentikan saja. Sudah saatnya kita mensejahterakan mereka yang masih tinggal di sudut-sudut kota, di kolong-kolong, di perabon-perabon,dan banyak lagi. Tapi semua sudah terlambat, mungkin mereka akan menangis, menyesal, menangis tersedu-sedu, memohon kepada tuhan-tuhan mereka. Tuhan ampuni aku, tapi sudahlah dunia sudah 3 hari menjelang akhir dunia. Semua itu tinggal kenangan saja.

Kini Gerakan Mahasiswa Seperti Katak Dalam Tempurung, Cenderung Mengikuti Isu Media Komersial

Tidak seperti ditahun-tahun ‘98 lalu, hampir seluruh komponen masyarakat mendukung perjuangan kawa-kawan. Dulu kawan-kawan dijejali dengan isu sentral tentang penjatuhan mbah Harto, dan usaha itu mendapat hasil yang sangat maksimal. Walaupun beberapa dari kawan kita gugur dalam pertempuran, sebut saja Elang Mulia dkk. Sebulan berjalan bahkan lebih, negara kacau balau, inflasi sangat tinggi, yang mengakibatkan nilai rupiah mencapai titik tertinggi, hingga Rp.17 000 per dolarnya. Ekonomi morat-marit, Negara bak ayam kehilangan induknya. Itulah satu dari sekian banyak catatan sejarah sukses yang di dengungkan mahasiswa.

Namun akhir-akhir ini diakui atau tidak kebanyakan orang menilai kawan-kawan yang mengaku Aktivis Prodem (pro demokrasi) agak kehilangan dukungan dari masyarakat kebanyakan. Wajar saja karena banyak hal-hal yang seharusnya tidak diapresiasi dengan aksi malah dibikin dan dibesar-besarkan. Padahal hal-hal seperti itu bisa diselesaikan dengan cara yang lebih permisif. Hal itu tentu membuat masyarakat “jengkel”. Gara-gara demo yang tidak perlu akhirnya jalanan macet. Apalagi aksi dilakukan dipusat-pusat kota, tentu hal tersebut sangat tidak efisien. Dikota-kota besar yang sudah terkenal macet ditambah lagi dengan aksi sia-sia, tentu amat merugikan masyarakat yang akan melanjutkan aktivitasnya lebih cepat.

Beberapa tahun terakhir kawan-kawan kehilangan ide, tidak tahu harus mengusung isu apalagi, setelah menuai kesuksesan besar. Bahkan kecendrungan mengikuti isu media-media harian. Padahal kalau mau berfikir lebih jauh, kenapa kita tidak membuat isu yang tidak pernah tersentuh media-media komersial. Hal itu pun tidak terlalu sulit bagi kawan kawan yang mau merelakan waktunya untuk sesekali mengunjungi saudara kita di kampung-kampung. Karena sebenarnya disanalah pusat-pusat masalah, dan yang selalu menjadi korban penguasa adalah mereka-mereka yang tinggal disana. Tanah mereka sengaja dirampas, dimiskin-kan, bahkan diisolasi, arus informasi pun dihambat. Sungguh penguasa amat zalim “Naudzu Billah Min Dzalik”. Selama ini, diakui atau tidak kita mengikuti arus media komersial, padahal kita sendiri tidak tahu idealisme media tersebut. Biasanya media, apalagi media komersial, sudah barang tentu dia bermotif ekonomi, ditambah lagi dibelakangnya didorong kendaraan politik. Huh, celakalah kawan-kawan yang mengikuti mereka.

Tentu kita berharap kawan-kawan Aktifis Prodem membuat isu sendiri yang digali dari masalah-masalah yang menyentuh rakyat di kampung-kampung yang terpinggirkan. Kalau kita renungkan lebih jauh di desa sangat banyak sekali masalah, seperti yang saya sebutkan diatas. Kampung bisa kita jadikan laboratorium alam, dan semua background keilmuan bisa masuk didalamnya. Entah itu ekonomi, hukum, teknik, pertanian, kedokteran, kesehatan masyarakat, dan masih banyak lagi. Ayo tebak masalah apa saja itu, kufikir kawan-kawan pasti sudah tahu dan tidak perlu diuraikan lebih detail. (Bersambung..)!




Label: ,